Semoga Allah mengampuni dosa saya dan dosa seluruh umat muslim di dunia, semoga Allah memberikan rahmat, hidayah, karunia dan kasih sayang-Nya kepada saya dan seluruh umat muslim di dunia.
Semoga Allah pun senantiasa membimbing saya untuk menjadi hamba-Nya yang bermanfaat dan tetap bersahaja dan rendah diri, karena share saya di sini untuk memberikan pengalaman hidup yang berarti dan penuh makna serta patut di syukuri dengan segala rasa syukur sebagai hamba Allah yang tidak ada apa-apanya.
Share kisah hidup saya di sini bukan sebagai rasa takabur, riya, sombong dan ingin dipujia atau ingin pula di hujat. Namun semoga apa yang saya alami selama ini bisa menjadi manfaat bagi orang banyak dan sebagai dasar pemahaman agar bisa mengikuti yang baiknya dan mengikuti yang buruknya.
Semoga yang saya ceritakan di sini apa adanya dan Allah izinkan tidak berlebihan serta ditambahkan.
Dulu saya hanyalah seorang anak manusia yang nota bene sama seperti anak lainnya, sejak sekolah dasar saya adalah anak yang jarang main diluar bersama teman lainnya.
Teman main tetangga saya banyaknya adalah wanita, sehingga saya lebih sering dirumah, jika main itulah hanya main karet dan congklak, tidak seperti jaman sekarang bisa main Plasy Station (PS) atau main Ipad dan game online.
Ketika kecil saya sering diremehkan teman-teman yang lebih besar, sehingga saya seperti merasa ketakutan jika ada yang ingin mengancam. Subhanallah...pengalaman kecil yang menyenangkan.
Hingga lulus Sekolah Dasar saya melanjutkan ke Sekolah Negeri ternama dan jauh dari rumah, kurang lebih 7 - 10 KM dan ditempuh dengan 2 kali naik angkutan umum.
Nah disinilah letak problem sebagai remaja pria yang berbadan agak kurus dan kecil mulai.
Setiap pulang sekolah saya harus berjalan dari sekolah hingga terminal angkutan umum yang menuju rumah, yaitu di daerah tanjakan pasar Anyar Tangerang.
Setiap pulang sekolah yang saya takutkan adalah jika ada gerombolan anak sekolah yang lebih besar dan preman pasar yang suka memalak. Apalagi postur tubuh saya yang kecil dan warna kulit putih seperti warga keturunan, menjadi rasa takut yang berlebihan, untungnya bekal saya sekolah sangatlah kecil, ketika itu hanya Rp. 2000 rupiah yang cukup untuk ongos 2 kali naik angukutan untuk pergi dan 1 kali naik angutan untuk pulang dan membeli 1 makuk mie ayam dan es teh manis saat istirahat, jadi bila ada yang memalak yang saya takutkan adalah uang untuk ongkos saya pulang dan tabungan sisa tidak jajan ketika istirahat.
Bersambung :
Baca kisah selanjutnya bagian 2 di sini
Bersambung :
Baca kisah selanjutnya bagian 2 di sini
Redaksi : SRH/Padepokan aura insani
0 komentar:
Posting Komentar